13 April 2024

Siapakah kerabat yang wajib disambung tali silaturahmi dengan mereka?


Siapakah kerabat yang wajib disambung tali silaturahmi dengan mereka?


Pertanyaan:

Sungguh, Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan untuk menyambung tali silaturahmi.

Pertanyaanku adalah siapakah kerabat yang wajib disambung tali silaturahmi dengan mereka? Apakah dari jalur ayah, ibu, atau istri?

Jawaban:

Alhamdulillah.

Pertama:

Para ulama berbeda pendapat tentang definisi kerabat yang wajib disambung tali silaturahmi dengan mereka menjadi tiga pendapat:

Pendapat pertama: definisi kerabat yang dimaksud adalah kerabat mahram.

Pendapat kedua: mereka adalah kerabat yang punya hak waris.

Pendapat ketiga: mereka adalah kerabat dari nasab (keturunan), baik yang punya hak waris atau tidak.

Pendapat yang benar adalah pendapat yang ketiga yaitu bahwa kerabat yang dimaksud adalah kerabat dari nasab (bukan dari sepersusuan) dari jalur ayah maupun ibu.

Adapun kerabat istri bukanlah kerabat suami dan kerabat suami bukanlah kerabat istri.

Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah ditanya:

“Siapakah yang dimaksud kerabat? Sebagian orang mengatakan bahwa kerabat istri bukanlah kerabat suami?”

Beliau menjawab:

“Sanak saudara adalah kerabat dari nasab (keturunan) dari jalur ibu dan ayah Anda. Merekalah yang dimaksudkan oleh firman Allah subhanahu wa ta’ala di dalam surah Al-Anfal dan Al-Ahzab.

{ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ }

‘Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) menurut Kitab Allah.’
(QS. Al-Anfal: 75 dan Al-Ahzab: 6)

Kerabat yang paling dekat adalah ayah, ibu, kakek, anak, dan cucu selagi ada jalur nasab. Kemudian yang lebih dekat dan lebih dekat dari saudara dan anak-anaknya. Paman dan bibi serta anak-anaknya dari jalur ayah. Paman dan bibi serta anak-anaknya dari jalur ibu.

Ada hadis sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda ketika ada orang yang bertanya kepada beliau dengan mengatakan:

‘Siapakah orang yang harus aku dahulukan dalam berbakti wahai Rasulullah?’
Beliau bersabda, ‘Ibumu.’

Kemudian bertanya lagi, ‘Kemudian siapa?’
Beliau bersabda, ‘Ibumu.’

Lalu bertanya lagi, ‘Kemudian siapa?’
Beliau bersabda, ‘Ibumu.’

Lantas bertanya lagi, ‘Kemudian siapa?’
Beliau bersabda, ‘Ayahmu. Lalu yang lebih dekat dan yang lebih dekat.’

(Dikeluarkan oleh Imam Muslim di dalam Sahihnya dan hadis tentang hal ini banyak)

Adapun, kerabat istri bukanlah kerabat suaminya apabila memang bukan kerabatnya. Akan tetapi, kerabat bagi anak-anaknya.
Wabillahit taufiq.’ Selesai

(Fatawa Islamiyah 4/195)

Sehingga, kerabat masing-masing dari suami istri bukanlah kerabat bagi pasangannya. Namun, selayaknya tetap berbuat baik kepada mereka. Karena hal itu termasuk berbuat baik terhadap pasangan dan sebab bertambahnya cinta dan kasih sayang.

Kedua:

Menyambung tali silaturahmi bisa dilakukan dengan banyak cara. Di antaranya: mengunjunginya, bersedekah, berbuat baik kepada mereka, menjenguk yang sakit, memerintahkan hal yang makruf, melarang hal yang munkar, dan selainnya.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan:

“Menyambung tali silaturahmi adalah berbuat baik kepada kerabat sesuai kondisi yang menyambung dan yang disambung. Terkadang bisa dengan harta. Terkadang bisa dengan pelayanan. Terkadang bisa dengan kunjungan, memberikan salam, dan selainnya.” Selesai

(Syarh Muslim 2/201)

Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menuturkan:

“Menyambung tali silaturahmi adalah sesuai kebiasaan masyarakat setempat. Karena hal itu tidak dijelaskan di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis tentang macam, jenis, maupun ukurannya dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membatasi dengan suatu batasan, tetapi membebaskan.

Oleh karena itu, dikembalikan kepada kebiasaan masyarakat setempat. Selama kebiasaan setempat menganggapnya sebagai menyambung tali silaturahmi, maka itu termasuk menyambung tali silaturahmi dan selama kebiasaan setempat menganggapnya sebagai memutus tali silaturahmi, maka itu termasuk memutus tali silaturahmi.” Selesai

(Syarh Riyadhish Shalihin 5/215)

Wallahu a’lam

Diterjemahkan dari www.islamqa.info/ar/answer/75057

Oleh: Hery Mulyadi

Artikel: www.pelajarmuslim.org


 

Komentar
0 Komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar